Studi Islam Kontemporer : Liberalisme,
Pluralisme, dan Modernisme
A.
Pendahuluan
Dari
masa kemasa Zaman makin berubah, pemikiran manusia mulai berkembang seiring
dengan banyak kejadian dan fenomena yang mendukung kerja otak dan tingkah laku.
Banyaknya paham-paham baru serta istilah-istilah baru untuk menginterpretasikan
suatu hal dan masalah yang ada saat ini. Diantara banyak istilah yang ada tiga
diantaranya merupakan liberalisme, pluralisme, dan modernisme. Tiga istilah
tersebut merupakan istilah yang sering terdengar dan apabila diartikan atau
diinterpretasikan kedalam bahasa Indonesia memiliki makna-makna tertentu.
Dalam
studi islam kontemporer terkait dengan liberalisme, pluralisme, dan juga
modernisme memiliki hakikat arti tersendiri yang disetujui dan tidak disetujui karena perbedaan paham
dan juga paradigma disetiap pihak tertentu termasuk dalam aspek islam.
Dilihat dari berbagai
aspek pendukungnya, liberalisme merupakan suatu istilah yang berarti suatu
kebebasan yang telah menjadi hak seseorang dalam berbagai aspek kehidupan
termasuk dalam berpikir dan bertindak tanpa ada kaitanya dengan agama atau
norma-norma adat istiadat. Seseorang memiliki kebebasan khususnya dalam hal
pemikiran yang bebas yang didukung oleh tindakan. Contoh kecil yang seringkali
terjadi berkaitan dengan hal tersebut sama halnya dengan mengungkapkan aspirasi
atau bebas berpendapat dan tidak jarang seseorang cenderung melakukannya dengan
turun kejalan untuk berdemo atau mengeluarkan pendapat mereka yang tentunya
tanpa adanya kekerasan, karena hal itu mengganggu hak orang lain untuk merasa
tenang dan tidak cemas. Kebebasan yang sebenarnya harus selaras degan apa yang telah
ditetapkan oleh syariat islam bukan
hanya dengan mengikuti pemikiran semata tanpa adanya aturan yang mengatur
kehidupan baik dari segi tindakan maupun perkataan.
Tidak jauh beda dengan
pluralisme, paham tersebut merupakan suatu istilah yang ada kaitannya dengan
liberalisme, namun perbedaannya adalah ketika liberal memiliki arti bebas dalam
berpikir maupun bertindak, pluralisme memiliki arti banyak atau dengan kata
lain yaitu jamak. Pluralisme berarti menganggap semua sama, anggapan sama
adalah ungkapan untuk menyatukan adanya perbedaan baik dari aspek agama,
budaya, serta bangsa yang begitu beraneka ragam. Meskipun demikian, masing-masing
pemikiran tersebut tidak dapat dikatan bahwa semuanya sama terkait dengan agama
sekalipun karena setiap individu pasti memiliki rasa mengaggungkan dan
membenarkan apa yang telah dipercayai dan dianutnya. Ketentuan-ketentuan yang
ada tidak jarang kita samakan meskipun sesuatu hal tersebut sangat sakralitas
bagi kita.
Dalam lingkup modernisme
juga tidak jauh beda dengan liberalisme dan pluralisme dalam keterkaitannya,
akan tetapi dari segi arti modernisme berarti adanya kemajuan dari suatu
pemikiran atau sifat yang menuju kepada perubahan dari yang tradisional atau
yang terdahulu ke suatu kemajuan yang modern. Perubahan untuk maju terkadang sampai berkeinginan untuk merubah
sesuatu yang telah ada demi mengikuti perubahan jaman. Khusunya islam yang memiliki
kitab Suci Al-Quran yang isinya tidak dapat diganti ataupun dirubah dengan apa
yang telah ada didalamnya. Hal tersebut merupakan suatu kejadian yang telah
beberapakali terjadi khususnya di Indonesia yang telah dilakukan oleh beberapa
orang dari suatu organisasi untuk merubah dan mengganti dari isi Al-Quran.
Dengan studi islam
kontemporer tentang liberalisme, pluralisme, dan modernisme harus disesuaikan
dengan apa yang telah ditetapkan oleh AL-Quran dan Hadits maupun dari ijtihad
yang telah dilakukan, sehingga tidak keliru pemahaman dari istiah-istilah
tersebut.
B. Liberalisme
a. Pengertian Liberalisme
Liberalisme adalah paham yang berusaha memperbesar wilayah kebebasan
individu dan mendorong kemajuan sosial. Liberalisme merupakan paham kebebasan,
artinya manusia memiliki kebebasan atau kalau kita lihat dengan perspektif
filosofis, merupakan tata pemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia
yang bebas. Bebas, karena manusia mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan
apa yang diinginkan. Liberalisme adalah paham pemikiran yang optimistis tentang
manusia. Prinsip-prinsip liberalisme adalah kebebasan dan tanggung jawab. Tanpa
adanya sikap tanggung jawab tatanan masyarakat liberal tak akan pernah
terwujud.
Liberalisme merupakan masalah
kebebasan berpikir yang sebenarnya merupakan isu klasik dalam sejarah pemikiran
islam. Isu itu mula-mula telah dilontarkan oleh Nabi saw sendiri, ketika
mewawancarai Mu’adz ibn Jabal, ketika ia akan diangkat menjadi Gubernur Yaman.
Bahkan juga telah muncul ketika Nabi melihat bahwa kata-katanya disalahpahami
oleh seorang petani kurma di Madinah. Riwayat yang terakhir itu melahirkan adagium yang
sangat terkenal “antum a’lamu bi umuri dunyaku”, engkau lebih tahu
tentang masalah duniamu. Sedangkan riwayat pertama melahirkan konsep ijtihad,
yang paling banyak diikuti oleh khalifah kedua Umar bin Khatab dalam memimpin
negara melalui ijtihad-ijtihad, sehingga lahir konsep mengenai fiqih Umar bin
Khatab yang dinilai banyak ahli menyimpang dari ajaran wahyu tetapi mengandung
asas manfaat dan keadilan.
Dalam liberalisme, penegakan hukum adalah sesuatu yang fundamental.
Pengekangan atas tatanan publik dan keamanan adalah bertentangan dengan
kebebasan, seperti yang dikatakan John Locke: : Berakhirnya fungsi agama bukan
dengan cara melenyapkan atau menahan orang-orang yang dinilai melanggar, tetapi
dengan cara melestarikan dan memperluas kebebasan”.
Menurut John Locke, negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi.
Bukan untuk menciptakan kesamaan, atau untuk mengontrol pertumbuhan milik
pribadi yang tidak seimbang, melainkan justru untuk tetap menjamin keutuhan
milik pribadi yang semakin berbeda-beda besarnya. Dengan milik (property)
dimaksud tidak hanya barang milik (estate), melainkan juga kehidupan (live) dan
hak-hak kebebasan (liberties). Inilah hak-hak tak terasingkan (inalienable
rights) dan negara justru didirikan demi untuk melindungi hak-hak asasi itu.
Banyak hal yang terkait dengan liberalisme, namun dalam pandangan islam, sebaiknya
dalam kebebasan yang diusung oleh suatu keliberalismean harus sejalan dengan
peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam kitab suci Al-Quran dan Hadis.
Bebas bukan berarti harus melakukan apa yang kita inginkan meskipun tanpa
menganggu hak orang lain, namun sebagi seorang yang beragama, maka seharusnya
kebebasan itu tidak melanggar atas apa yang disyariatkan.
b. Ciri-ciri Pemikiran Liberalisme
Ciri-ciri pemikiran liberalisme yang paling menonjol adalah
a. adanya kebebasan dalam berpikir yang kemudian di tuangkan dengan tindakan
yang tidak mengganggu atas kebebasan pihak lain.
b. Kebebasan berpikir juga mengacu pada ketoleransian dalam agama, suku, dan
ras.
c. Tidak mengambil agama dalam dasar pemikiran.
d. Segala tindak dan tanduk didasarkan pada logika saja selama tidak menggangu
hak orang lain untuk mendapatkan ketenangan.
C. Pluralisme
a. Pengertian Pluralisme
Menurut Nurcholish Madjid,
mengungkapkan tanggapannya tentang pluralisme dalam buku yang dikutip oleh Budhy
Munawar-Rachman mengatakan bahwa, Pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan
mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai
suku dan agama, yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi, bukan
pluralisme. Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekadar sebagai “kebaikan
negative” (negative good), hanya ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan
fanatisme (to keep fanaticism at bay). Pluralisme harus dipahami sebagai
“pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban” (genuine engagement of diversities within the
bonds of civility). Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi
keselamatan umat manusia, antara lain melalui mekanisme pengawasan dan
pengimbangan yang dihasilkannya. Dalam kitab suci justru disebutkan bahwa Allah
menciptakan mekanisme pengawasan dan pengimbangan antara sesama manusia guna
memelihara keutuhan bumi, dan merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan yang
melimpah kepada umat manusia.
Masalah yang seringkali terjadi dalam pluralisme adalah keagaaman. Kegamaan
menjadi hal yang sangat sakral dan sensitif bagi seluruh umat beragama
diseluruh dunia tak terkecuai di Indonesia yang merupakan salah satu negara
yang memiliki penduduk mayoritas muslim dan memiliki banyak keragaman budaya,
agama, dan juga suku. Namun, tak jarang masing-masing individu memiliki keegoan
tersendiri khususnya dalam beragama. Ketika masalah budaya dan suku dalam
pluralisme tidak begitu menjadi polemik, lain halnya ketika kita berbicara
tentang pluralisme dalam hal keagamaan. Hal inilah yang selalu menjadi polemik
tatkala masing-masing pihak memiliki emosi keagamaan yang tinggi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kita masih terikat oleh suatu kesakralan dalam beragama,
mentaati, dan menjauhi apa yang telah diperintahkan oleh Allah.
Sakralitas merupakan pengakuan adanya yang kudus, serta hormat kepada
sesuatu yang kudus, yang mengatasi kehidupan kita. Spiritualitas adalah sikap
menganut setiap agama terhadap dirinya sendiri berdasarkan nilai-nilai yang
diajarkan agamanya, sementara moralitas adalah sikap seorang individu terhadap
orang lain dan tanggung jawabnya terhadap keselamatan dan kesempurnaan orang
lain.
Sumber ajaran umat islam merupakan Al-Quran dan Hadis yang didalamnya telah
tertera perintah dan larangan, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
dijauhi. Ketika segolongan umat islam memiliki pendapat dalam masalah
pluralitas beragaman yang masing-masing memiliki ayat yang memperbolehkan dan
tidak terhadap kepluralitasan, apakah setuju dan tidak setuju akan
kepluralitasan kita dalam menilai keberagaman agama karena kesetujuan dan
ketidak setujuan terhadap hal tersebut memiliki pandangan yang berbeda oleh
sebagian umat islam baik dari kalangan ulama maupun masyarakat biasa.
Perkembangan kehidupan yang sangat cepat akhir-akhir ini dengan
penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, telah menimbulkan suatu
pertanyaan yang cukup mendasar berkenaan dengan kedudukan fungsi agama.
Kehidupan modern telah menunjukan bahwa sejarah hidup umat manusia dapat
berjalan tanpa “campur tangan” agama.
Sejalan dengan itu, umat beragama seringkali menimbulkan
persoalan-persoalan itu terkait erat dengan paham keagamaan, tradisi, keluasan
wawasan dan sebagainya yang tumbuh bersama atau yang disebabkan oleh
keberagaman masing-masing individu.
Dengan demikian, seharusnyalah orang menghilangkan penggambaran pengikut
agama lain sebagai musuh untuk dapat hidup dalam kemajemukan secara harmonis.
Ini memang tidak mudah. Pengakuan yang jujur akan memungkinkan “kesalahan”
(disamping kebenaran yang biasanya diklaim adanya pada diri sendiri) dalam
konsepsi sendiri dan kemungkinan “kebenaran” pada orang lain, sudah barang
tentu diperlukan juga.
b. Ciri-ciri Pemikiran Pluralisme
Dari pemaparan tentang pengertian pluralisme, ada beberapa ciri tentang
pemikiran yang pluralisme antara lain sebagai berikut:
1. Adanya sikap netral terhadap perbedaan ras, suku, dan agama.
2. Menjalin suatu kerjasama yang baik.
D. Modernisme
a. Pengertian modernisme
Modernisme adalah
paham yang terkait dengan kemajuan berpikir seseorang dengan menghasilkan
sesuatu yang baru sesuai dengan perubahan dari masa lampau menuju ke masa
modern atau masa yang lebih maju. Pemikiran yang maju ada bernilai positif dan
juga negatif. Modernisme dapat bernilai positif apabila ditempatkan pada tempat
yang tepat. Misalnya, ketika pemikiran yang modern tersebut digunakan dalam
ilmu pengetahuan dengan membuat sebuah penemuan baru berupa handphone yang bermanfaat
bagi kehidupan bermasyarakat. Namu, ketika pemikiran yang modern tersebut tidak
ditempatkan pada tempat yang tepat, maka itu dapat menyesatkan sehingga
menimbulkan problematika persoalan.
Misalnya, pemikiran modern yang mencoba mengubah sebagian ayat Al-Quran demi
menyetaraan dengan zaman yang baru. Hal tersebut pernah menjadi problematika di
Indonesia oleh seluruh umat muslim yang
tidak setuju dan ditentang keras atas adanya pembaruan atau perubahan tersebut
yang akan dilakukan oleh beberapa pihak yang tergabung dalam suatu organisasi.
Sesuatu dapat
disebut modern, kalau ia bersifat rasional, ilmiah, dan bersesuaian dengan
hukum-hukum yang berlaku dalam alam. Jadi,
modern harus sesuai dengan logika, dapat dijelaskan dengan cara-cara yang
ilmiah, dan harus sesuai dengan adanya hukum yang berlaku di alam.
Dalam islam,
modern pasti ada dengan kemajuan dan perubahan zaman yang sangat cepat, segala
yang baru muncul dan berdatangan dimana yang pada zaman Rasulullah tidak ada
namun pada zaman sekarang telah ada. Hukum dan peraturan yang ada yang telah
ditetapkan dalam Al-Quran untuk mengatur seluruh kehidupan manusia dibumi tidak
akan pernah dapat diperbarui atau dirubah seperti yang telah terjadi pada
kitab-kitab agama lain, karena kitab Al-Quran selalu seiring dengan
keadaan-keadaan zaman dari waktu. Namun demikian, kemodern yang kita kenal pada
masa sekarang dalam islam kita kenal dengan istilah ijtihad. Ijtihad adalah
istilah yang sangat terkenal, karena istilah tersebut merupakan istilah yang
berarti mengacu pada penggalian terhadap hukum suatu benda, apakah benda
tersebut diperbolehkan atau justru malah diharamkan ketika digunakan atau
dikonsumsi.
Ketika kita
berbicara mengenai modernisme, maka ada beberapa istilah yang erat kaitannya
dengan modernisme yaitu neo-modernisme.
Perbedaan mendasar antara
kaum “modernis” dan “neo-modernis” terletak pada perhatiannya dalam tradisi.
Kaum “neo-modernis” berusaha membangun visi islam di masa modern, dengan sama
sekali tidak meninggalkan tradisi (warisan) intelektual islam itu sendiri
sedangkan kaum “modernis lama” lebih banyak bersifat apologetik terhadap gagasan
modernitas. Tentang hal ini, Nurcholish sangat menekankan pentingnya tradisi
dalam kebangkitan islam Indonesia yang modern, seperti katanya “diperlukan
kesadaran akan kekayaan tradisi, sekaligus kemampuan untu senantiasa membuat
inovasi...(dalam) ruang Indonesia dan zaman modern”.
b. Ciri-ciri pemikiran modernisme
Terdapat beberapa ciri
pemikiran yang modernisme diantaranya sebagai berikut.
a.
Selalu bersifat
pembaharuan dengan penemuan-penemuan yang baru.
b.
Adanya hal-hal baru yang
ingin diperbarui baik dari ilmu pengetahuan, teknologi, dan lain-lain.
E. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa
segala bentuk istilah seperti liberalisme, pluralisme, dan modernisme adalah
bentuk dari kemajuan bangsa. Namun dengan adanya istilah tersebut tentunya
memiliki pemahaman yang berbeda dilihat dari segi arti dan juga fungsi pada
setiap istilah yang ada. istilah yang bisa mengacu pada sesuatu yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam agama. Dari hal tersebut maka
disimpulkan bahwa penegertian dari suatu
istilah dapat memahamkan kita terhadap istilah tersebut sehingga
memunculkan suatu tindakan terhadap setuju atau tidak. Maka dapat disimpulkan,
pengertian dari liberalisme,pluralisme dan modernisme adalah sebagai berikut.
1. Liberalisme adalah paham yang berusaha memperbesar wilayah kebebasan
individu dan mendorong kemajuan sosial. Liberalisme merupakan paham kebebasan,
artinya manusia memiliki kebebasan atau kalau kita lihat dengan perspektif
filosofis, merupakan tata pemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia
yang bebas.
2. Pluralisme adalah paham yang mengakui adanya pemikiran beragam agama,
kebudayaan, peradaban, dan lain-lain. Pemikiran yang menitik beratkan pada
toleransi dalam perbedaan agama, kebudayaan, peradaban, dan lain-lain.
3. Modernisme adalah paham yang terkait dengan kemajuan berpikir seseorang
dengan menghasilkan sesuatu yang baru sesuai dengan perubahan dari masa lampau
menuju ke masa modern atau masa yang lebih maju. Pemikiran yang maju ada
bernilai positif dan juga negatif. Modernisme dapat bernilai positif apabila
ditempatkan pada tempat yang tepat.
Dalam ketiga istilah
tersebut juga sangat berkaitan erat dan saling berhubungan satu sama lain jika
ditinjau dari segi pengertian secara istilah yang sama-sama menekankan pada
ketoleransian terhadap pendapat dan juga tidak adanya pertentangan atas
perbedaan yang ada.